Bulan Ramadhan merupakan bulan yang mulia. Umat Islam
berbondong-bondong menyiapkan diri untuk mendapatkan keutamaan pada bulan
Ramadhan. Salah satu amalan yang dapat dilakukan bagi kita ialah i'tikaf. Dimana i'tikaf ini selain bernilai ibadah, mampu menjadi waktu untuk muhasabah (introspeksi
diri) dalam menjalankan kehidupan.
Secara bahasa i'tikaf ialah berdiam diri atau menetap dalam
suatu keadaan. Adapun secara istilah ialah berdiam diri di masjid menjalankan
amalan-amalan untuk mendapatkan rida Allah Swt. I'tikaf disyariatkan di dalam al-Qur’an dan
sabda Nabi Muhammad Saw.
Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 187 :
… فَاْلآَنَ
بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى
يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ
الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ.
“…maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hinggga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangan kamu mendekatinya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka
bertaqwa”
Sabda Nabi Muhammad saw :
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشَرَ
اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ
مِنْ بَعْدِهِ
“Bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.”
Al-Qur’an dan hadis Nabi menjelaskan tentang i’tikaf pada
bulan Ramadhan. Ini menggambarkan bahwa amalan i’tikaf memiliki keutamaan yang
dapat dilaksanakan oleh umat Islam. Bahwa Nabi melakukan i’tikaf pada sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan dari mulai datangnya di Madinah hingga wafatnya.
Adapun waktu i’tikaf tidak
ditentukan, namun di anjurkan pada bulan Ramadhan. Sedangkan dari segi pelaksanaan terdapat perbedaan pendapat.
Menurut mazhab Hanafi waktu i’tikaf dapat dilaksanakan dengan waktu yang sebentar
dan tidak ditentukan batasan lamanya,adapun menurut mazhab Maliki ialah minimal
satu hari semalam. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i waktu i’tikaf yakni
minimal dalam batas ukuran waktu tuma’ninah dalam amalan-amalan sejenisnya. Jika merujuk kepada pendapat Syafiiyyah maka
waktu i’tikfaf dapat dilakukan dengan
batas minimal melakukan amalan-amalan shalat sunnah dengan batasan tuma’ninah.
Walaupun i’tikaf sebagai amalan sunnah, namun jangan sampai
melewatkannya pada bulan Ramadhan selain sebagai ibadah, dapat menjadi waktu
muhasabah diri dalam menjalani
kehidupan. Ini disebabkan karena manusia tidak lepas dari godaan dan ganguan
baik secara internal (syahwat) ataupun eksternal yakni gangguan jin dan
manusia yang berasal dari Setan.
0 Komentar