Bagi muslim Indonesia, tentu tidak asing dengan surah
al-Kafirun. Surah ini menjadi surah yang sering dibaca ataupun didengar dalam shalat. Bahkan Rasulullah sering membaca surah
ini dalam shalat. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah
membaca surah itu dalam dua rakaat fajar yakni qabliyah subuh. Tentu hal ini
tidak lepas dari makna yang terkandung serta
bacaan yang pendak. Selain itu,
yang perlu diperhatikan surah ini, memiliki isyarat lain dalam kehidupan beragama di Indonesia. Pada surah ini
mengajarkan tentang pilihan dan komitmen terhadap pilihan tanpa harus
menghakimi terhadap pilihan yang diambil, khususnya dalam pilihan
beragama. Sebagaimana firman Allah Swt:
قُلْ
يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ
عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai orang-orang kafir, aku
tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Kamu juga bukan penyembah apa yang
aku sembah. Aku juga tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan
untukku agamaku.”
Surah ini dinamakan al-Kafirun karena diawali pada akhir ayat
pertama “ qulya ayyuhal kafirun” (katakanlah Muhammad wahai orang-orang
kafir”. Surah ini turun di Mekkah
sehingga termasuk golongan Makiyyah. Rasulullah
mengajarkan membaca surah ini ketika sebelum tidur. Sebagaimana sabda
nabi “bacalah qul ya ayyuhal kafirun, kemudian tidurlah di akhirnya”. Anjuran
nabi untuk membaca surah ini sebelum tidur mengisyaratkan untuk selalu menjaga
imannya dari ketika membuka mata hingga menutup mata agar terhindar dari
kekafiran dan kemusyrikan.
Salah satu ayat pada surah al-Kafirun yang
menunjukkan aspek toleransi dalam beragama ialah pada ayat ke 6 ‘ Lakum
dinukum Waliyadin’. Pada ayat ini bermakna Untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku”. Dari penggalan ayat terakhir
ini salah satu komitmen toleransi ialah bahwa Islam tidak memaksakan
keberagamaan seseorang, namun menghormati terhadap keyakinan yang berbeda. Yang
tentu antara satu agama dengan agama
lain harus saling menghormati.
0 Komentar